Kamis, 23 September 2010

Haji ; antara ibadah ritual dan status social

Abuya KH Muhtadi (kanan), Habib Ahmad bin Alwi Al-A'thos
Setelah bulan syawwal, ummat islam kembali memasuki suatu babak baru, pada bulan dzulhijah atau yang lazim di sebut bulan haji, pada bulan tersebut ummat islam yang mendapat panggilan Swt dari  berbagai belahan dunia berkumpul untuk melaksanakan ibadah haji.
Ibadah haji dapat dikatakan adalah ibadah yang sangat mewah bagi masyarakat secara umum, karena ibadah tersebut tidak dapat dilaksanakan di lain tempat kecuali di Tanah suci mekkah ( Saudi Arabia ) berbeda dengan ibadah lainnya seperti sholat dan puasa yang relative mudah dilaksanakan dimanapun, dengan realitas tersebut, maka dapat kita  fahami ibadah haji adalah suatu ibadah yang sangat mahal dan eksklusif, oleh karena itu kewajiban haji hanya ditekankan pada umat islam yang memiliki istitho’ah ( kemampuan & kesanggupan ) melaksanakan perjalanan ke baitullah makkah, karena memang perjalanan ke makkah memerlukan biaya yang tidak murah disamping kesanggupan fisik serta aman dalam perjalannnya sebagaimana firman Allah dalam surat ali imran ayat 97 :
"Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia kepada Allah, yaitu bagi orang-orang yang sanggup melakukan perjalanan ke baitullah , siapa saja yang mengingkari ( kewajiban haji ) maka sesungguhnya Allah maha kaya ( tidak memerlukan sesuatu ) dari semesta alam .  

Ibadah haji merupakan ibadah penyempurnaan islam seorang muslim sehingga posisinyapun dalam rukun islam berada pada urutan terakhir setelah syahadat, sholat, zakat dan puasa. oleh karenanya tidaklah mengherankan kalau banyak ummat islam yang merindukan untuk bisa menunaikan ibadah haji tersebut, meski pada dasarnya tidaklah berdosa orang yang tidak melaksanakan ibadah haji karena tidak memiliki istitho’ah (kemampuan). yang terpenting “ haji “ tetap menjadi suatu cita–cita seorang muslim sepanjang  hayatnya. namun siapapun tidak bisa menduga, kalau memang sudah panggilan Allah bisa jadi seseorang yang tidak memilki istitho’ah tetap bisa melaksanakan haji, maka sering kita kenal ada istilah Haji kosasih ( haji ongkos dikasih ) Haji Abidin ( haji atas biaya dinas ), Haji suryanah ( haji gusuran tanah ), Haji karta ( haji karena mertua ) dan Haji kardinah ( haji karena undian berhadiah ) . 
Mengingat taklif haji  hanya diperuntukkan bagi orang yang memiliki istitho’ah saja. jika kita menggunakan rasio perbandingan, maka secara logika mayoritas umat islam di semua penjuru bumi lebih banyak yang tidak memiliki istitho’ah di bandingkan yang memiliki istitho’ah dengan kata lain umat islam yang tidak mampu melaksanakan ibadah haji lebih banyak dibandingkan yang mampu dan secara tidak langsung hal ini memberikan imbas social terhadap orang yang  telah melakukan ibadah haji dalam bentuk kenaikan status social dalam lingkungan masyarakatnya dan ia berhak menyandang  predikat haji dan menambahkan title di depan namanya dengan ( H ) tidak seperti orang yang telah melakukan ibadah-ibadah lainnya seperti  puasa, zakat dan sholat. Dan oleh sebab itu ibadah haji yang eksklusif dan  prestisius ini sangat rentan dengan penyelewengan niat ibadah dari yang semestinya, misalnya  motivasi bahwa dengan berhaji prestisenye akan meningkat dan status sosialnya akan naik di mata masyarakat. dan sesuai dengan tengara ini Syekh Muhammad Abduh dalam kitabnya Al-A’mal jilid IV Menyatakan : Dan diantara ummat itu ada yang berhaji dengan maksud supaya di depan namanya ditambah sebutan “ haji ” atau supaya kedatangannya nanti disambut dengan penuh hormat. Dan hal ini merupakan model riya yang buruk     

 Dan saking prestisiusnya ibadah ini maka Syekh yusuf qordhowi dalam kitabnya fi fiqh al-uluwiyyat menjelaskan banyak orang yang melakukan ibadah haji berkali –kali tanpa menyadari bahwa bahwa ibadah haji adalah kewajiban sekali seumur hidup dan selebihnya adalah sunnah, padahal disampingnya ada banyak umat islam yang kelaparan karena tidak mampu membeli sesuap nasi, banyak anak yatim yang tidak bisa mengenyam bangku pendidikan karena tidak punya biaya dan tak terhitung jumlahnya orang sakit dengan menahan sakitnya karena tidak mampu berobat sebab tak punya biaya.  mereka telah melupakan sesuatu yang fardhu dan mengutamakan sesuatu yang bersifat sunnah ( uluwiyyatul  as-sunan a’lal fardhi) .
 Pada dasarnya kepentingan naik haji ke dua kali dst adalah qashir ( terbatas ) dan membantu sesama muslim yang sangat membutuhkan adalah muta’addi ( meluas ) dan dalam qowaid fiqh ada istilah al-muta’addi afdolu minal qashir ( kepentingan yang meluas manfaatnya kepada orang lain lebih utama di bandingkan kepentingan yang terbatas hanya kepada diri sendiri ). Dengan demikian, mari kita doakan agar saudara-saudara kita yang  melaksanakan ibadah haji ,semoga diberikan haji yang mabrur  dan diberikan taufiq dan hidayah dari Allah agar bisa senantiasa meluruskan niatnya .
Rasul bersabda :
 
اَلْحَجُّ اْلَمبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَآءٌ ِإلا اْلجَنَّة
haji mabrur itu tiada balasan baginya kecuali surga ) HR.Bukhari dan Muslim.
Wallahu A’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar