Selasa, 11 Oktober 2011

Prinsip Pendidikan Islam di Indonesia


Pendidikan Islam adalah pendidikan yang bertujuan membentuk individu menjadi makhluk yang bercorak diri, berderajat tinggi menurut ukuran Allah dan isi pendidikannya adalah mewujudkan tujuan itu, yaitu ajaran Allah, secara terperinci, dapat dikemukakan “Pendidikan itu disebut Pendidikan Islam apabila mempunyai dua ciri khas, yaitu (1) Tujuannya membentuk individu menjadi bercorak diri tertinggi menurut ukuran Al-Qur’an, (2) Isi ajarannya adalah ajaran Allah yang tercantum dengan lengkap di dalam Al-Qur’an yang pelaksanaannya di dalam praktek hidup sehari-hari sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.[1] Maka pendidikan Islam haruslah selaras dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadits tentang perintah pelaksanaan pendidikan yang merupakan perintah Allah SWT dan merupakan Ibadah kepada-Nya.
Photo bersama dalam acara penutupan pengajian
Tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban suatu bangsa turut dimotivasi oleh keberadaan agama. Bahkan peradaban yang dicapai oleh umat Islam di era awal dan abad pertengahan juga dimotivasi oleh agama. Hal itu dapat dilihat dari doktrin dan perintah pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW; iqra'. Ayat sekaligus perintah pertama (QS.96:1) yang diterima Nabi itu membawa implikasi yang amat besar terhadap peradaban yang dibangun dengan basis iman dan ilmu pengetahuan. Dalam ayat yang lain Allah juga banyak sekali menyinggung tentang masalah pendidikan di antaranya adalah :



قُلۡ هَلۡ يَسۡتَوِى ٱلَّذِينَ يَعۡلَمُونَ وَٱلَّذِينَ لَا يَعۡلَمُونَ‌ۗ

Artinya : Katakanlah ( Hai Muhammad ): "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakal-lah yang dapat menerima pelajaran.( QS.az-Zumaar : 9)
 
Atau dalam ayat yang lainnya :  

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا قِيلَ لَكُمۡ تَفَسَّحُواْ فِى ٱلۡمَجَـٰلِسِ فَٱفۡسَحُواْ يَفۡسَحِ ٱللَّهُ لَكُمۡ‌ۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُواْ فَٱنشُزُواْ يَرۡفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَـٰتٍ۬‌ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٌ۬

Artinya : Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS : Al-Mujaadalah: 11)
Dan dalam hadits Nabi :

كُلُّ مَوْلُوْدٍ يـُوْلَدُ عَلَى اْلفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَــوِّدَانِهِ أَوْ ُينَـصِّرَانِهِ أَوْ ُيمــَجِّسَانِهِ (رواه البيهقى)
Artinya : “ Tiap-tiap anak yang dilahirkan itu dalam keadaan suci (fitrah) maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan mereka Yahudi, Nashrani atau Majusi “
( HR. Baihaqi).
Dari ayat dan hadits di atas terdapat pengertian yang mendalam bahwa bangsa yang berpendidikan akan mendapat martabat dan derajat yang tinggi baik dalam kacamata agama maupun social dan tanggung jawab pendidikan bukan hanya dibebankan kepada orang tua, tetapi pemerintah sebagai pemegang kekuasaan dan masyarakat harus berperan aktif dalam menciptakan iklim Ilmiah dalam lingkungan.
Agama Islam mengajarkan umatnya untuk selalu menuntut ilmu dan mengembangkannya, hal ini sejalan dengan falsafah bangsa Indonesia yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV dan  Pancasila pada sila pertama sebagai negara yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa dan Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 adalah implementasi dari amanat Undang-Undang Dasar 1945 pada Bab XIII tentang Pendidikan dan Kebudayaan Pasal 13 yang mengamanatkan bahwa : Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.  hal ini yang menyebabkan mengapa perkembangan Pendidikan Islam sekarang begitu pesat. Salah satu indikator keberhasilan Pendidikan Agama Islam di Indonesia adalah diakuinya Indonesia sebagai salah satu  negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, meskipun Islam baru masuk ke Indonesia pada abad ke-7 dan merupakan sebuah negeri muslim yang unik karena letaknya yang sangat jauh dari pusat lahirnya Islam (Mekkah). Maka sangat tepat sekali apabila peran madrasah sangat berpengaruh di sini khususnya sebagai the central of excellence.
Istilah Madrasah sendiri pertama kali diperkenalkan oleh Seorang perdana menteri dari Dinasti Abasiyyah, yaitu Nizamul Mulk pada tahun 456- 486 H yang didirikan di kota Baghdad, Muro, Tabrisan, Naisabur, Hara, Isfahan,  Mausil, Bashrah dan kota-kota lain. [2]
Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam kini ditempatkan sebagai pendidikan sekolah dalam system pendidikan nasional dan eksistensinya sudah cukup kuat beriringan dengan sekolah umum. Ini ditandai dengan lahirnya SKB tiga menteri, yaitu Menteri Agama yang saat itu dijabat oleh H. A. Mukti Ali dengan No. 6 tahun 1975, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, yang dijabat oleh Dr. Syarief Thajeb dengan No. 037/U/1975 dan Menteri Dalam Negeri yang saat itu dijabat Amir Mahmud dengan No.36 tahun 1975. Pada tanggal 24 Maret 1975. SKB itu berlaku untuk Madrasah dan semua jenjang baik negeri maupun swasta, baik madrasah dalam lingkungan pondok pesantren maupun diluar pondok.[3]
Madrasah Aliyah Negeri mula-mula berasal dari PGAN (Pendidikan Guru Agama Negeri), yang didirikan oleh Depag. Setelah adanya keputusan mentri agama dengan SK No. 64 tahun 1990, tepatnya tanggal 25 April 1990, maka secara resmi dinyatakan bahwa seluruth PGAN harus beralih fungsi menjadi Madrasah Aliyah.[4]
Adalah tugas kita semua untuk menyadarkan dan mengembangkan agama Islam sebagai fondasi dan filter bagi pendidikan bangsa yang harmonis dan memiliki falsafah yang luhur, sebagai wujud tanggung jawab terhadap penyelenggaraan pendidikan nasional dan manifestasi ibadah kepada Allah SWT.


[1] Djamaluddin.( 1999). Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta : Pustaka Setia. Hal : 39
[2] Misbah,Ma’ruf. (1986). Sejarah Peradaban Islam. Semarang : CV Wicaksana. Hal :38
[3] Nata, Abuddin. (2003) Kapita Selekta Pendidikan Islam. Bandung : Penerbit Angkasa. Hal : 51
[4] Op Cit. Hal : 37

Wallahu a'lam bisshawab

Senin, 10 Oktober 2011

Mengapa Kita Harus Mencintai Nabi?



Ini adalah Foto tempat lahirnya Nabi yang saat ini oleh pemerintah Saudi Arabia dijadikan sebagai perpustakaan Mekkah Al-Mukarromah.
Mungkin sekali terbersit pertanyaan ini di benak kita, dan akan ada banyak sekali alasan untuk menjawab pertanyaan ini, di antaranya:
      a.       Cinta Nabi adalah salah satu indikator kesempurnaan iman seorang muslim sesuai sabda Rosul :
لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من نفسه  وولده وماله
“Tidak beriman seorang di antara kalian, hingga aku menjadi yang lebih dicintainya daripada dirinya sendiri, anaknya dan hartanya” . (HR. Bukhari, Muslim, Imam Ahmad).

      b.      Cinta nabi membuat seseorang bisa merasakan manisnya iman sesuai sabda Rosul :
ثلاث من كن فيه وجد حلاوة الإيمان،أن يكون الله ورسوله أحب إليه ممن سواهما،وأن يحب المرء لا يحبه إلا لله،وأن يكره أن يعود في الكفر كما يكره أن يقذف في النار
“Tiga perkara yang membuat seseorang akan mendapatkan manisnya iman yaitu: Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya dari selain keduanya; mencintai saudaranya hanya karena Allah; dan benci kembali pada kekufuran sebagaimana benci dilemparkan dalam api.” (HR. Bukhari no. 16 dan Muslim no. 43).
     c.       Cinta Nabi dapat menjadikan seseorang akan ditempatkan oleh Allah di surga bersama sang Nabi sebagaimana diriwayatkan dalam hadits sebagai berikut:
جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال يا رسول الله : متى الساعة ؟ قال وماذا أعددت لها  قال : لاشيء إلا أني أحب الله ورسوله ، فقال : أنت مع من أحببت
Seseorang bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kapan terjadi hari kiamat, wahai Rasulullah?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata : “Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?” Orang tersebut menjawab, “yang aku persiapkan hanya cinta Allah dan Rasul-Nya.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
“(Kalau begitu) engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.” (HR. Bukhari, Muslim).
Banyak orang yang menyatakan bahwa salah satu bentuk cinta kita pada Nabi adalah dengan membenarkan segala yang disampaikan oleh Nabi, benarkah statement ini, tentu saja kurang tepat. Semua Muslim dan Mu’min wajib membenarkan segala yang disampaikan oleh Nabi, tetapi apakah semuanya dikatagorikan sebagai pencinta Nabi? Lantas bagaimanakah mencintai Nabi yang sesungguhnya ?
Salah satu adagium Arab menyatakan : "  من أحب شيئا كثر ذكره  " Barangsiapa yang mencintai sesuatu, akan banyak menyebutnya" . Muslim yang cinta nabinya akan basah bibirnya bershalawat pada nabi, sekurang-kurangnya akan ada untaian shalawat diucapkan saat nama Muhammad disebut, sabda Nabi :
البخيل الذي من ذكرت عنده فلم يصل علي
“Orang yang bakhil (pelit) adalah orang yang apabila namaku disebut di sisinya, dia tidak bershalawat kepadaku.”
(HR. Tirmidzi no. 3546 dan Ahmad (1/201)
Langkah nyata mencintai Nabi pula adalah dengan melaksanakan sunah-sunah (laku hidup) Nabi dalam kehidupan sehari-hari bahkan seringkali Nabi mengecam bahwa mereka yang tidak mengikuti atau membenci sunahnya adalah bukan bagian dari umatnya, seringkali Nabi bersabda:
 من رغب عن سنتي فليس مني
“Barangsiapa yang membenci sunnahku, maka ia bukan termasuk golonganku.”
Untuk dapat mencintai Nabi secara benar, kita harus tahu apa dan bagaimana sosok sang nabi, akhlaknya dan segala prilaku mulianya, hingga akhirnya kelak akhlak dan perbuatan kita akan didasarkan pada contoh yang beliau berikan. Karena mencintai Nabi bukan sekedar menyegarkan ingatan kita akan sejarah hidup beliau, tapi juga semestinya bisa membangkitkan semangat kita dalam meneladani segala akhlak dan perbuatan beliau.
Berkaitan dengan hal ini Rasulullah pernah memuji umatnya yang hidup belakangan setelah masa beliau tetapi memiliki ketertarikan terhadap ajarannya dan kecintaan terhadap sosoknya.
Rasulullah pernah suatu saat berkata di hadapan para sahabat: "Alangkah rindunya aku kepada para saudaraku", maka para sahabat berkata: "Bukankah kami ini semua adalah saudaramu wahai Rasulullah", maka Rasulullah menjawab : "Kalian adalah sahabatku", lalu para sahabat berkata : "Kalau begitu, siapa saudara-saudaramu itu wahai Rasulullah? ", maka Rasulullah menjawab: "Mereka adalah kaum yang datang setelah aku, mereka berangan-angan memandang wajahku, walaupun harus mengorbankan diri mereka dan keluarga mereka ".
Begitu besar kecintaan rasul kepada umatnya, maka tidak heran jika kita telisik dalam sejarah sangat banyak potret kecintaan Salafus Sholeh kepada sang Nabi yang tak dapat disebutkan satu persatu, bahkan banyak contoh yang cukup membuat kita tergugah untuk bisa menirunya, ada contoh di mana salah seorang Sahabat tidak dapat tidur nyenyak hanya untuk menunggu waktu shalat Subuh sehingga dia dapat melihat Rasulullah SAW. Suatu contoh yang lain, di mana salah seorang di antara mereka rela mengorbankan jiwa dan raganya, menghadapi kilatan pedang dan tombak, hanya untuk melindungi Rasulullah SAW., salah seorang di antara mereka berkata:
صدري دون صدرك, نحري دون نحرك يا رسول الله
“Wahai Rasulullah! Dadaku adalah tameng bagi dadamu, begitu juga leherku adalah tameng bagi lehermu.”
(HR. Bukhari 3811, Muslim 1811)
Di dalam Shahih Bukhari terdapat kisah Khubaib bin Abdillah Al-Anshary yang ditawan oleh kaum musyrikin, ketika hendak membunuhnya, mereka berkata:
أتود أن محمدا مكانك و أنت في أهلك و مالك؟ قال : لوددت أني أقتل و أن رسول الله صلى الله عليه و سلم لا يشاك بشوكة
“Bagaimana menurutmu, apabila engkau bebas dan berada di antara harta dan keluargamu, dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berada pada posisimu saat ini?  Maka dia pun berkata: lebih baik saya mati, daripada harus melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tertusuk walau oleh sebuah duri.”
(HR. Bukhari 3045 dan Thobroni di dalam Al-Mu’jamul Kabir)

   
    Nabi Muhammad Saw memang teladan sejati bagi kita semua, karena keagungan pekertinya. Sesuai dengan Firman Allah SWT, sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung (Q.S al-Qalam : 4). Dan dengan keagungan budi pekerti beliau pula Allah Swt menuntut kita meneladani Rasulllah Saw dalam kehidupan kita sebagaimana Firman-Nya dalam surat al-Ahzab ayat 21:


لَّقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٌ۬ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأَخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرً۬ا
 “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah."

 Dan  keteladanan itu dapat diaplikasikan dalam semua aspek kehidupan kita.  Karena tiada seorangpun yang dapat meragukan keagungan peribadi Nabi  SAW. Kepribadian yang dijadikan contoh teladan dalam segala hal. Nabi Saw sebagai pemuda teladan, sebagai  seorang suami yang teladan, sebagai ayah teladan, sebagai guru teladan, sebagai tokoh teladan, sebagai ahli strategi dan politik  teladan, sebagai ahli ekonomi teladan, sebagai pejuang hak-bak asasi manusia teladan, sebagai pedagang teladan  dan sebagai pemimpin yang teladan. Maka tepat kiranya jika peringatan Maulid Nabi dengan membumikan potret dan akhlaq rasulllah kita jadikan momentum dan starting point untuk memperbaiki diri, keluarga, masyarakat dan bangsa sebagai jalan keluar dari krisis peradaban yang menimpa bangsa ini.

 Sejarah pun mencatat bahwa dengan keteladanan kepada Nabi, umat Islam di masa lampau mampu mencapai sebuah kemajuan yang gemilang, baik dalam peradaban dan ilmu pengetahuan. Dan bahkan tidak akan ada kemajuan eropa dan dunia seperti saat ini tanpa sumbangan besar peradaban dan ilmu pengetahuan dari islam. 

Prof. S.I Poeradisastra menyatakan dalam bukunya sumbangan Islam kepada ilmu dan pengetahuan modern : Islam berperan besar terhadap perkembangan sejarah penting eropa yang mengubah wajah kebudayaan dan peradaban eropa, bahkan dunia pada umumnya .melalui dua gerakan yaitu gerakan  renaissance pada abad ke-14 M dan gerakan rasionalisme pada abad ke-17 M  yang dimotori oleh John locke dan Rene Descartes. Di mana kedua gerakan tersebut adalah imbas dari peradaban Islam yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan rasionalitas.


Banyak hikmah yang terpendam dari pelajaran berharga yang dapat kita gali dari kehidupan Orang-orang shaleh, baik yang hidup pada zaman dahulu hingga saat ini. Atas prestasi terbaik yang mereka perjuangkan dan sekaligus mereka tulis dengan tinta emas, kematian yang akan memisahkan raga mereka dari waktu, terlebih karya dan kisah beliau senantiasa menghiasi lembaran buku dan goresan – goresan kenangan. Beliau mengajarkan makna perjuangan, akan hakikat kesabaran, semangat berbagi, ketulusan hati, keteladanan akhlaq, santun dalam perbuatan, rahim dan rahmat terhadap semua makhluq dan alam, bijaksana dalam sikap, tegas dalam segala hal, bagaimana keberaniannya, cinta dan kasih sayangnya, semua itu terangkum dalam sejarahnya yang mulia yaitu nabi kita Muhammad SAW.
   
hanya orang bijaklah yang dapat menyadari sejarah para pendahulunya dalam menghargai, menghormati, mengikuti  dan  mengamalkan perbuatan mulia yang telah dicontohkan oleh Baginda Nabi Muhammad SAW dan orang-orang sholeh.