Senin, 21 Juli 2014

BIOGRAFI KH. MUHAMMAD SHOLEH (Salah Satu Pendiri Masjid Jami AL-WUSTHO)


KH Muhammad Sholeh dilahirkan pada hari Jum’at tanggal 10 Januari 1913  bertepatan pada 1 Shafar 1331 H di Poris Gaga (kini bernama Poris Jaya) dari pasangan H. Sabun dan Saonah. Nasabnya dari jalur ayah yaitu; H. Sabun bin Cabol bin Biman bin Abdul Khaer. Abdul Khaer yang dimakamkan di Srengseng, Jakarta Barat diyakini sebagai salah satu keturunan dari Kesultanan Cirebon. 

Sementara dari jalur ibu yaitu; Saonah binti Inta bin H. Utsman. Dalam catatan nasab keluarga, H.Utsman adalah menantu dari Ulama kenamaan di wilayah Lengkong Kyai (kini bernama Lengkong Ulama) yaitu Syekh Mustaqim bin Darda. H. Utsman menikahi putri Syekh Mustaqim yang bernama Sa’diyah. Hingga kini makam Syekh Mustaqim bin Darda yang terletak di belakang mimbar Masjid Jami’ Al Muttaqin, Lengkong, Serpong masih ramai diziarahi.

Ada cerita unik yang melatarbelakangi Muhammad Sholeh saat masih pemuda untuk menuntut ilmu, cerita tutur mengisahkan bahwa motifnya menuntut ilmu berawal dari keprihatinannya karena jum’atan yang sempat urung diadakan di Majid Poris sebab para tokoh keagamaan saat itu sedang sibuk mengantar beberapa warga Poris yang ketika itu akan berangkat haji hingga akhirnya jumatan batal dilangsungkan karena ketiadaan petugas Ibadah Shalat Jum’at.

Sayangnya, tekad kuat untuk menuntut ilmu agama ini kurang begitu didukung oleh orang tuanya, tenaga Sholeh diperlukan untuk mengurus ternak kerbau. Hal ini yang menyebabkan kepergian Sholeh untuk mondok pertama kalinya tanpa izin dari orang tuanya, Sholeh yang sedang mengembala kerbau pergi mondok dan meninggalkan kerbaunya di tepi sungai Cisadane.

Pondok pesantren pertama yang dituju oleh Pemuda Sholeh saat itu adalah Pondok Pesantren Pakulonan, Serpong dibawah asuhan KH Abdul Ghoni yang tak lain masih terhitung pamannya sendiri sebab KH Abdul Ghoni adalah sepupu dari Saonah. Setelah kurang lebih dua tahun menimba ilmu di pakulonan (1937-1939) Sholeh melanjutkan thalabul Ilminya pada Kyai Tahir di Pondok Pesantren Plamunan, Kramatwatu, Serang. 

Di Pesantren Plamunan ini, Sholeh berkawan akrab dengan sesama santri Tangerang yang di kemudian hari sama-sama berjuang di jalan Tarbiyah, yaitu Abdurrahim yang kelak akan dikenal sebagai  KH Abdurrahim bin H. Abdullah atau yang lebih dikenal dengan sebutan Muallim Drahim pendiri Pondok Pesantren As Salam, Grendeng, Tangerang. 

Setelah tiga tahun (1939-1941) menuntut ilmu di Plamunan, Sholeh melanjutkan perjalanan menuntut Ilmu pada KH Tubagus  Sholeh Ma’mun di Lontar, Serang. Di pondok pesantren ini Sholeh memfokuskan diri untuk lebih mendalami Ilmu Al Quran dan Qiraat. KH  Sholeh Ma’mun memang termasuk ulama yang concern di bidang ilmu-ilmu Al Quran, konon beliau pernah menjabat sebagai Imam di Masjidil Haram. Murid-muridnya pun di kemudian hari lebih banyak yang berkonsentrasi di bidang Ilmu-Ilmu Al Quran. Diantara  murid KH Tubagus Sholeh Ma’mun dikenal banyak orang adalah Prof KH Ibrohim Hosen LML (pendiri Institut Ilmu Alquran dan ketua komisi fatwa MUI) dan KH Muhajirin Amsar (pendiri Pondok Pesantren An Nida Al Islamy, Bekasi).

Di Lontar, Sholeh menamatkan pelajaran Ilmu Al Quran dan Qiraat dalam tenggang waktu kurang lebih setahun (1941-1942), setelah selesai menamatkan pelajarannya Sholeh diberi sanad dan izin mengajar (Ijazah) untuk mengembangkan kajian Al Quran di kampung halamannya. 

Untuk menyemangati Sholeh yang baru mulai mengabdikan diri di bidang pengajaran Al Quran, nama Sholeh direferensikan oleh gurunya, KH Tubagus Sholeh Ma’mun pada calon-calon santri yang berasal dari wilayah Tangerang bagian Timur & Jakarta bagian barat. Calon santri yang akan belajar di Lontar direkomendasikan untuk mengaji di Poris dibawah bimbingan Muhammad Sholeh.

Terhitung sejak 1943 Muhammad Sholeh mulai membaktikan dirinya di bidang kajian ilmu-ilmu Al Quran. Meskipun juga ia menguasai disiplin bidang keilmuan lainnya, tetapi nampaknya pengajaran yang diterimanya di Lontar itu yang lebih cocok dengan karakter dirinya. Setelah sekian lama bergelut di bidang pengajaran Al Quran, ia berinisiatif membentuk pendirian Jam’iyah Qurra wal Huffadzh di wilayah Poris dan sekitarnya. 

JQH atau Jam’iyyatul Qurro wal Huffadz merupakan jam’iyyah atau organisasi yang didirikan KH Wahid Hasyim pada tanggal 12 Rabul Awwal 1371 H bertepatan 15 Januari 1951 M, yang berkonsentrasi di bidang kajian Al Quran yang membidangi seni baca Alquran, tajwid, tafsir, dan tahfidz juga bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan dan pengajaran Al-Qur’an, terpeliharanya persatuan Qurra wal-Huffazh Ahlussunah wal-Jama’ah.

Selain kesibukan mengajar Al Quran, KH Muhammad Sholeh atau juga lebih dikenal di kalangan murid-murid dan masyarakat sekitar dengan panggilan Guru Sholeh juga ikut berpartisipasi dalam bidang sosial kemasyarakatan, tercatat Guru Sholeh diberikan amanah untuk menjadi ketua pembangunan Masjid Al Wustho dan pada tahun 1977, Guru Sholeh mensupport putranya KH Mas’ud Sholeh untuk mendirikan Pondok Pesantren putri yang dinamakan Darus Salam.

Guru Sholeh menikah dengan kerabatnya yang bernama Hj Naimah binti H Naiman, beberapa tahun setelah wafatnya sang istri, Guru Sholeh menikah lagi dengan putri salah seorang gurunya yang bernama Nyai Hj Apun binti KH Mirun.

Setelah sekian lama menjalani hidup yang sarat pengabdian Guru Sholeh wafat pada hari Ahad tanggal 23 Februari 1992 bertepatan 19 Sya’ban 1412 H dalam usia 79 tahun dengan meninggalkan 3 orang putra dan putri yaitu:
1.       Hj. Salbiyah
2.       Ma’mun Sholeh (meninggal dalam usia muda)
3.       KH Mas’ud Sholeh
4.       Hj. Safinah
5.       Hj. Shohifah
6.       Ust. H. Masykur Sholeh

Guru Sholeh wafat meninggalkan banyak murid-murid, diantaranya yang berhasil penulis catat berdasarkan wawancara dengan putranya adalah:
1.       Ust. H. Suhada, Kampung Malang
2.       Ust. H. Dasuqi, Tangerang
3.       Muallim Suhada, Poris Ampera
4.       Ust. H. Jalim (ayahanda KH Ahmad Abdul Halim pengasuh pondok pesantren Darul Quran Lan Taburo)
5.       Ust. H. Sahroni, Ketapang
6.       KH. Abdul Ghoni (pengasuh yayasan pendidikan islam Ibnu Rusyd)
7.       Drs. Ust. H. Munir El Rasyid (Imam Masjid Al A’zhom)
8.       Ust. H. Bakri (ketua yayasan pendidikan islam Nurul Hikmah, Cipondoh)
9.       Drs. Ust. H. Ahmad Su’aidi, (ketua yayasan pendidikan islam Darus Salam, Kalideres)
10.   Dan lain-lain




Wallahu a'lam bisshawab