Selasa, 20 April 2010

Batasan Tawa dan Canda Menurut agama

Rasanya diantara kita tidak ada seorangpun yang tidak pernah tertawa. Dalam kehidupan kita sehari-hari pun banyak hal – hal yang membuat kita tertawa, tak jarang pula dalam pergaulan kita dengan orang lain, kita seringkali menyisipkan canda yang membuat kita tertawa. Singkat kata, Canda, tawa dan humor adalah sesuatu yang sudah lekat dengan kehidupan kita, lalu bagaimana pandangan agama tentang tawa dan canda ? Apakah hal itu dilarang dalam agama ? Dan sejauh mana kita diperbolehkan tertawa dan bercanda ?

Suatu hal yang perlu kita ketahui adalah bahwa tertawa itu termasuk ciri khas manusia yang membedakannya dengan binatang, karena tertawa itu terjadi setelah seseorang memahami dan mengerti perkataan yang didengarnya atau setelah melihat sesuatu, lalu ia tertawa karenanya.

Oleh sebab itu, kita bisa saja menyatakan : “ Manusia itu itu adalah binatang yang dapat tertawa “ ( Al-Insan hayawan ad-Dhohik ) selain itu para ulama mantiq mengatakan bahwa manusia itu adalah binatang yang dapat berbicara ( Al-Insan hayawan an-Nathiq ) . Maka benarlah jika ada orang yang mengatakan “ Saya dapat tertawa, karena saya manusia “ .
Hidup terasa hambar dan datar tanpa humor dan canda bagaikan masakan tanpa garam. Namun hanya dalam kadar kuantitas, kualitas dan penyajian tertentu akan menjadi penyedap kehidupan. Suatu kali Imam al-Ghazali melontarkan 6 pertanyaan kepada murid-muridnya yang hadir dalam majelis ta’limnya. Salah satunya adalah: Benda apa yang paling tajam di dunia ini?. Beragam jawaban muncul dari murid-murid beliau. Pisau, silet, sampai pedang. Imam al-Ghazali menanggapi jawaban murid-muridnya tersebut. “Betul, semua benda yang kalian sebutkan itu tajam. Tapi ada yang lebih tajam dari itu semua. Yaitu LIDAH”.

Meskipun lidah tidak bertulang, namun memang lidah bisa lebih tajam dari apapun, karena dia bisa ‘merobek’ hati. Bahkan kadang lidah bisa membuat lubang menganga di hati lawan bicara yang mungkin perlu waktu lama untuk mengembalikannya ke kondisi semula.

Dalam keseharian, kewajiban menjaga lidah ini tidak saja harus kita laksanakan baik di kala sedang bicara serius ataupun di kala bercanda. Point terakhir ini seringkali membuat kita tidak sadar telah melukai hati teman kita. Kata-kata yang kita maksudkan sebagai candaan, seringkali menusuk hati teman kita, bisa karena bercanda yang keterlaluan, bercanda di saat yang tidak tepat, dan sebagainya. Karena di saat bercanda, seringkali kita tidak memperhatikan bagaimana mood teman kita itu yang sebenarnya.
Memang bercanda kadang diperlukan untuk memecahkan kebekuan suasana sebagaimana yang dikatakan Said bin Al-’Ash kepada anaknya. “Kurang bercanda dapat membuat orang yang ramah berpaling darimu. Sahabat-sahabat pun akan menjauhimu.” Namun canda juga bisa berdampak negatif, yaitu apabila canda dilakukan melampaui batas dan keluar dari ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Syekh Nawawi al-Bantani dalam kitabnya Nashaihul I’bad menyatakan bahwa Canda atau Tawa yang berlebihan dapat mematikan hati, mengurangi wibawa, mendatangkan murka Allah dan dapat menimbulkan rasa dengki.

Allah Swt. berfirman, Artinya: “Dan sesungguhnya Dia-lah yang membuat orang tertawa dan menangis” (QS An-Najm: 43).

Menurut Ibnu ‘Abbas, berdasarkan ayat ini, canda dengan sesuatu yang baik adalah mubah (boleh). Rasulullah Saw. pun sesekali juga bercanda, tetapi Rasulullah Saw. tidak pernah berkata kecuali yang benar. Imam Ibnu Hajar al-Asqalany menjelaskan ayat diatas bahwa Allah Swt. telah menciptakan dalam diri manusia tertawa dan menangis. Karena itu silahkan Anda tertawa dan menangis, namun tawa dan tangis itu harus sesuai dengan aturan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Saw.

Secara medis-pun terbukti bahwa tertawa dapat merangsang dan meningkatkan pelepasan endorphin, "hormon bahagia" tubuh. Tertawa juga meningkatkan sejumlah sel yang memproduksi antibodi dan meningkatkan efektivitas T-Cells (sel yang masuk ke dalam grup sel darah putih yang diketahui sebagai limfosit dan memainkan peran utama pada sistem kekebalan tubuh) dalam tubuh. Hal ini memperkuat sistem kekebalan tubuh dan juga membantu mengurangi gejala tekanan fisik.
Mungkin sebagian orang merasa aneh dengan pernyataan tersebut dan mencoba mengingkarinya, seperti yang pernah terjadi pada seseorang yang mendatangi Sufyan bin ‘Uyainah ra. Orang itu berkata kepada Sufyan, “Canda adalah suatu keaiban (sesuatu yang harus diingkari).” Mendengar pernyataan itu Sufyan berkata, “Tidak demikian, justru canda itu sunnah hukumnya bagi orang yang membaguskan dan menempatkan candanya sesuai dengan situasi dan kondisi.”

Dalam Kitab Fatawa Mu’asharah, Syekh Yusuf Qardhawi menyatakan : bahwa pada dasarnya tertawa dan bercanda ( bergurau ) itu diperbolehkan oleh syara’, namun harus sesuai dengan beberapa ketentuan dan persyaratan , yaitu :

  1. Tidak menjadikan simbol-simbol Islam (tauhid, risalah, wahyu dan dien) sebagai bahan candaan dan gurauan. Firman Allah: “Dan jika kamu tanyakan mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan rasul-Nya kamu selalu berolok-olok ?” (QS. at-Taubah: 65).
  2. Jangan menjadikan kebohongan dan mengada-ada sebagai alat untuk menjadikan orang lain tertawa , Sabda Rasulullah saw: “Celakalah bagi orang yang berkata dengan berdusta untuk menjadikan orang lain tertawa. Celaka dia, celaka dia.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan Hakim)
  3. Jangan mengandung penghinaan, meremehkan dan merendahkan orang lain. Firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan); dan jangan pula wanita mengolok-olokkan wanita-wanita lain., karena boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan); dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan jangan pula kamu panggil-memanggil dengan gelar yang buruk. Seburuk-buruk gelar ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman..” (QS. al-Hujurat:11) “Cukuplah keburukan bagi seseorang yang menghina saudaranya sesama muslim.” (HR. Muslim)
  4. Tidak boleh menimbulkan kesedihan dan ketakutan terhadap orang lain. Sabda Nabi saw: “Tidak halal bagi seseorang menakut-nakuti sesama muslim lainnya.” (HR. ath-Thabrani) “Janganlah salah seorang diantara kamu mengambil barang saudaranya, baik dengan maksud bermain-main maupun bersungguh-sungguh.” (HR. Tirmidzi)
  5. Jangan bergurau untuk urusan yang serius dan jangan tertawa dalam urusan yang seharusnya menangis. Tiap-tiap sesuatu ada tempatnya, tiap-tiap kondisi ada (cara dan macam) perkataannya sendiri. Allah mencela orang-orang musyrik yang tertawa ketika mendengarkan al-Qur’an padahal seharusnya mereka menangis, lalu firman-Nya: “Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kamu menertawakan dan tidak menangis. Sedang kamu melengahkannya.” (QS. an-Najm:59-61). Hendaklah gurauan itu dalam batas-batas yang diterima akal, sederhana dan seimbang, dapat diterima oleh fitrah yang sehat, diridhai akal yang lurus dan cocok dengan tata kehidupan masyarakat yang positif dan kreatif.
  6. Islam tidak menyukai sifat berlebihan dan keterlaluan dalam segala hal. Dalam hal hiburan ini Rasulullah memberikan batasan dalam sabdanya; “Janganlah kamu banyak tertawa, karena banyak tertawa itu dapat mematikan hati.” (HR. Tirmidzi). Imam Ali ra juga mengatakan dalam salah satu untaian kata hikmahnya “Berilah humor dalam perkataan dengan ukuran seperti Anda memberi garam dalam makanan.”Begitupula Sa’id bin Ash ( Sahabat rasulullah ) menyatakan “Sederhanalah engkau dalam bergurau, karena berlebihan dalam bergurau itu dapat menghilangkan harga diri dan menyebabkan orang-orang bodoh berani kepadamu, tetapi meninggalkan bergurau akan menjadikan kakunya persahabatan dan sepinya pergaulan.”

Humor dan Canda Rasulullah SAW

Berikut ini Beberapa riwayat tentang humor dan canda Rasulullah saw. semoga dapat menjadi inspirasi humor yang sehat, cerdas, positif dan menyegarkan.
Syekh az-Zubair dalam kitabnya al-Fukahah wal Mizah meriwayatkan ; bahwa Zaid bin aslam bercerita : seorang wanita yang bernama Ummu Aiman pernah datang kepada Rasulullah Saw, seraya berkata, sesungguhnya suamiku mengundangmu, Rasul bertanya siapakah dia ? apakah orang yang matanya ada putih-putihnya ? ummu aiman menjawab, ‘ Demi Allah, di matanya tidak ada putih-putihnya.’ beliau lalu menimpali,’ ya dimatanya ada putih-putihnya. Ummu aiman berkata lagi, ‘ Tidak, Demi Allah.’ Lalu Rasul bersabda : ‘ Tidak ada seorangpun melainkan dimatanya ada putih-putihnya.’ yakni bagian mata yang putih yang melingkari biji mata yang hitam.
Imam at-Tirmidzi dalam kitabnya Sunan At-Tirmidzi meriwayatkan : Seorang perempuan tua bertanya pada Rasulullah: “Wahai Utusan Allah, apakah perempuan tua seperti aku layak masuk surga?” Rasulullah menjawab: “Ya Ummi, sesungguhnya di surga tidak ada perempuan tua”. Perempuan itu menangis mengingat nasibnya Kemudian Rasulullah mengutip salah satu firman Allah pada surat Al Waaqi’ah ayat 35-37 “Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta lagi sebaya umurnya”. (Riwayat At Tirmidzi, hadits hasan)
Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitabnya Musnad Ahmad meriwayatkan : Seorang sahabat bernama Zahir, dia agak lemah daya pikirannya. Namun Rasulullah mencintainya, begitu juga Zahir. Zahir ini sering menyendiri menghabiskan hari-harinya di gurun pasir. Sehingga, kata Rasulullah : “Zahir ini adalah lelaki padang pasir, dan kita semua tinggal di kotanya”. Suatu hari ketika Rasulullah sedang ke Pasar, beliau melihat Zahir sedang berdiri melihat barang-barang dagangan. Tiba-tiba Rasulullah memeluk Zahir dari belakang dengan erat. Zahir terperanjat dan berkata : “Heii……siapa ini ? lepaskan aku !!!”, Zahir memberontak dan menoleh ke belakang, ternyata yang memeluknya Rasulullah. Zahir-pun segera menyandarkan tubuhnya dan lebih mengeratkan pelukan Rasulullah. Rasulullah berkata: “Wahai umat manusia, siapa yang mau membeli budak ini??” Zahir: “Ya Rasulullah, aku ini tidak bernilai di pandangan mereka” Rasulullah: “Tapi di pandangan Allah, engkau sungguh bernilai Zahir. Mau dibeli Allah atau dibeli manusia?” Zahir pun makin mengeratkan tubuhnya dan merasa damai dalam pelukan Rasulullah. (Riwayat Imam Ahmad dari Anas ra)
Dan juga suatu riwayat dari Imam al-Bukhari : Suatu ketika, Rasulullah saw dan para sahabat ra sedang ifthor ( Berbuka puasa ) dengan hidangan kurma dan air putih. Dalam suasana hangat itu, Ali bin Abi Tholib ra timbul isengnya. Ali ra mengumpulkan kulit kurma-nya dan diletakkan di tempat kulit kurma Rasulullah saw. Kemudian Ali ra dengan tersipu-sipu mengatakan kalau Rasulullah saw sepertinya sangat lapar dengan adanya kulit kurma yang lebih banyak. Rasulullah saw yang sudah mengetahui keisengan Ali ra segera menanggapi Ali ra dengan mengatakan kalau yang lebih lapar sebenarnya siapa ? (antara Rasulullah saw dan Ali r.a). Sedangkan tumpukan kurma milik Ali r.a sendiri tak bersisa. (HR. Bukhori,).

Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar