Sabtu, 13 Maret 2010

Perayaan Maulid Nabi Dalam perspektif Syari’ah Perayaan Maulid Nabi Dalam perspektif Syari’ah

Setiap tahunnya sebagian umat islam di belahan dunia tidak pernah absen dari perayaan maulid Nabi Saw.. Bahkan perayaan ini seakan sudah menjadi sebuah adat tersendiri di beberapa daerah atau bahkan negara. Momen hari kelahiran Nabi Saw yang bertepatan dengan tanggal 12 Robiul Awal dipergunakan oleh umat islam untuk semakin meningkatkan kecintaan kepada Nabi Saw . Maulid Nabi memang bukan hari besar ( raya ) Islam jika di tinjau dari perspektif al-Qur’an dan al-Hadist .Sebab hanya Idhul fithri dan Idhul adha sebagai hari raya islam . Oleh karena itu pada zaman nabi tidak pernah di kenal istilah perayaan Maulid nabi .lalu bagaimana pandangan fiqh terhadap hukumnya Maulid ? bila Maulid tidak pernah di rayakan pada zaman Rasul , dapatkah ia kita sebut dengan istilah bid’ah , sebagaimana pendapat orang-orang yang tidak sejalan dengan pemahaman kita.
Kita awali dengan apa yang di sebut bid’ah . Pengertian bid’ah dalam segi bahasa adalah : Setiap hal baru yang di lakukan tanpa contoh sebelumnya. Sedangkan pengertian bid’ah menurut Syara’ adalah : Segala hal baru yang tidak ada keterangan dan ketentuannya dalam al-Qur’an maupun al-Hadist.
Bid’ah menurut Syara’ terbagi kepada dua:
Pertama : Bid’ah hasanah yaitu suatu hal baru yang sesuai dengan ajaran al-Qur’an dan al-hadist .
Kedua : Bid’ah sayyiah ( dholalah ) yaitu hal baru yang bertentangan dengan ajaran al-Qur;an dan al-Hadist .
Pembagian bid’ah ini menjadi dua adalah berdasarkan pemahaman terhadap suatu hadist Yang di riwayatkan oleh Jarir bin Abdillah ia berkata : Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ سَنَ فِيْ الإِسْلاَمِ سَنَةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرِ مِنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصُ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَئَْ, وَمِنْ سَنَّ سَنَةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهَ وَزِرُهَا وَوِزْرَ مِنْ عَمَلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارُهُمْ شَئٌ ) رواه مسلم و أحمد(.
Artinya:
" Barang siapa memulai hal baru yang baik, maka dia mendapatkan pahalanya dan pahala orang-orang yang melaksanakan hal itu setelahnya, dengan tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barang siapa yang memulai hal baru yang jelek, maka dia menanggung dosanya dan dosa orang-orang yang melaksanakannya setelahnya, dengan tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun". (HR: Muslim dan Ahmad).
Sejalan dengan hadist diatas Imam Baihaqi seorang Imam Hadis di jamannya dalam kitab "Manaqib as- Syafi’i", (biografi Imam Syafii) menjelaskan dan meriwayatkan perkataan Imam Syafii –rahimahullah- dengan sanad muttashil dalam menyikapi hal-hal yang baru dalam agama. Imam Syafii berkata:
المحدثات من الأمور ضربان: أحدهما ما أحدث مما يخالف كتابا, أو سنة, أو أثرا, أو إجماعا فهذه البدعة الضلالة. والثاني: ما أحدث من الخير لا خلاف فيه لواحد من المذكورات, فهذه محدثة غير مذمومة.
Artinya:
" Hal-hal yang baru itu adalah dua macam: pertama; hal baru yang menyalahi kitab, sunnah, atsar dan ijma’, maka ini adalah bid’ah yang sesat. Kedua; hal baru yang termasuk kebaikan dan tidak menyalahi satupun dari yang sudah disebutkan (kitab, sunnah, atsar, dan ijma’), maka ini termasuk hal baru yang tidak tercela".
Imam Ghozali dalam Ihya' Ulumuddin (1/248) menegaskan:"Betapa banyak inovasi dalam agama yang baik, sebagaimana dikatakan oleh banyak orang, seperti sholat Tarawih berjamaah, itu termasuk inovasi agama yang dilakukan oleh Umar r.a.. Adapun bid'ah yang sesat adalah bid'ah yang bertentangan dengan sunnah atau yang mengantarkan kepada merubah ajaran agama. Bid'ah yang tercela adalah yang terjadi pada ajaran agama, adapun urusan dunia dan kehidupan maka manusia lebih tahu urusannya, meskipun diakui betapa sulitnya membedakan antara urusan agama dan urusan dunia, karena Islam adalah sistem yang komprehensif dan menyeluruh. Ini yang menyebabkan sebagian ulama mengatakan bahwa bid'ah itu hanya terjadi dalam masalah ibadah, dan sebagian ulama yang lain mengatakan bid'ah terjadi di semua sendi kehidupan.
Akhirnya juga bisa disimpulkan bahwa bid'ah terjadi dalam masalah ibadah, mu'amalah (perniagaan) dan bahkan akhlaq. Contohnya seperti adzan dua kali waktu sholat Jum'at, menambah tangga mimbar sebanyak tiga tingkat, membaca al-Quran dengan suara keras atau memutar kaset Qur'an sebelum sholat Jum'at, muadzin membaca sholawat dengan suara keras sebelum adzan, melantunkan azan pada mayyit sebelum di kuburkan , bersalaman setelah sholat, membaca "sayyidina" pada saat tahiyat. Sebagian ulama menganggap itu semua bid'ah karena tidak pernah dilakukan pada zaman Rasulullah dan sebagian lain menganggap itu merupakan inovasi beragama yang diperbolehkan dan baik, dan tidak betentangan dengan ketentuan umum agama Islam.
Maulid Nabi Adalah Bid’ah Hasanah.
Dengan logika yang sederhana kita dapat menyatakan bahwa maulid nabi bukan sesuatu yang termasuk bid’ah dholalah , tapi ia adalah bid’ah yang hasanah . Sebab bagaimana mungkin kita melarang sesorang yang membaca sholawat , berzikir bersama dan mendengar mauizoh hasanah tentang keteladanan nabi Muhammad Saw.
Imam jalaluddin as-Suyuthi dalam kitabnya Husnul maqsid Fi ‘Amalil maulid menyatakan : Bahwa hukum dasar perayaan maulid nabi yang berupa berkumpulnya orang banyak , membaca al-Qur’an , membaca riwayat tentang awal perjalanan hidup nabi dan tanda-tanda kebesaran yang terjadi pada waktu kelahiran beliau , kemudian di hidangkan makanan untuk mereka adalah termasuk bid’ah hasanah dan di berikan pahala bagi orang yang melakukannya , karena dalam acara itu terkandung makna mengagungkan peran dan kedudukan Nabi Saw serta menunjukkan suka cita dan kegembiraan terhadap kelahiran beliau.
Dan beliaupun menambahkan : Kegiatan perayaan maulid nabi Saw tidak bertentangan dengan al-Qur’an , sunnah , atsar maupun ijma ulama . Maka ini bukan sesuatu yang tercela .
Kesimpulan Hukum
Dari penjelasan singkat di atas, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa perayaan maulid Nabi Saw adalah bid’ah hasanah (baik dan inovativ). Hal ini dengan beberapa alasan sebagaimana berikut:
1. Tidak ada larangan secara jelas dari Al Quran dan Sunnah mengenai hal itu.
2. Rasulullah juga merayakan kelahirannya sendiri setiap hari senin dengan cara berpuasa.
3. Tidak ada hal yang terlarang dalam agenda acara perayaan maulid Nabi. Karena justru isinya adalah hal-hal yang masyru’ seperti, baca al Quran, baca sirah Nabi, ceramah agama, Ith’amut Tho’am (memberi makan), dan saling ramah-tamah.
4. Maulid Nabi tetap bisa dikatakan mempunyai landasan syariat, paling tidak maslahah mursalah.
5. Rasul mempunyai tradisi untuk mengenang dan memperingati hari besar Nabi terdahulu, sebagaimana yang terjadi pada puasa ‘Asyura’.
6. Dalam perayaan maulid juga terdapat sebuah Syi’ar Islam.
Adapun perayaan maulid Nabi yang bercampur dengan hal-hal yang dilarang oleh agama semisal; mengadakan maulid Nabi dengan mengundang dangdut, orkestra, band, barongsay, doa bersama antar agama dan lainnya, maka hal ini tidak diperbolehkan, bahkan bisa kita katakan bid’ah yang sesat. Wallahu a’lam


Mutiara hadist
قال رسول الله صلي الله عليه وسلم : لايؤمن أحدكم حتي أكون أحب إليه من نفسه وماله وولده ووالده والناس أجمعين . ( رواه مسلم )
Rasulullah Saw bersabda : Tidaklah sempurna keimanan seseorang di antara kamu , sehingga aku lebih di cintai daripada dirinya , hartanya , anak-anaknya , orangtuanya dan seluruh manusia. ( H.R Muslim )
Do’a Rasul

اللهم إني أعوذ بك من الهم والحزن وأعوذ بك من العجز والكسل وأعوذبك من الجبن والبخل وأعوذبك من غلبة الدين وقهر الرجال
Artinya: Ya Allah! Aku berlindung kepada Engkau daripada duka dan susah dan berselindung daripada lemah dan malas dan berlindung daripada takut dan bakhil dan berlindung daripada banyak hutang dan penindasan orang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar