Rabu, 14 Juli 2010

Adab bercanda

Suatu sore saya asyik menikmati suasana sore sambil "Ngopi" diSaung dekat rumah. sedang, keponakan saya sedang main tebak-tebakan dengan kawan-kawannya ( jadi inget masa kecil ), Dan cukup menyenangkan juga mendengarnya, karena ternyata pertanyaan-pertanyaan mereka itu adalah seputar sejarah Islam dan pelajaran-pelajaran keislaman juga pengetahuan lainnya.

Contohnya: “12 + 12 + 12 x 0 = ......? Ada berapa rukun Islam ? Ada berapa jumlah anak Nabi Muhammad ? “ “Siapa sahabat Rasulullah yang menjadi pengganti setelah Nabi meninggal?” ” Nabi apa yang paling pertama di dunia?” “Nabi apa yang paling ganteng?”

Nah, ditengah-tengah pertanyaan-pertanyaan mereka tentang nabi, saya nyeletuk sambil merangkul keponakan saya dan bertanya : ” Nabi apa yang monyong hayooo..?”

Sekilas mereka terbengong-bengong dan tersenyum sambil mencari jawabannya, hingga akhirnya mereka tidak bisa menjawab pertanyaan itu dan geleng-geleng serempak.

Lalu saya jawab : “Nah bibirnya si Agung... !!! Hahahahahaha…”

Pawai Tarhib Ramadhan 1431 H
Dan mereka semua ikut tertawa terbahak-bahak sambil ngeledek si Agung yang terbengong-bengong ngambek. Sekejap setelah itu, kopi digelas saya tumpah membasahi pakaian saya ! Walau nampaknya seperti kecelakaan kecil yang biasa, menurut saya Allah SWT menegur saya lewat "Kopi Panas" karena candaan saya tentang kata-kata “Nabi” tersebut.

Sadar akan makna kata Nabi yang merupakan sebutan mulia untuk orang-orang mulia pilihan Allah…yang saya ‘plesetkan’ dengan maksud bercanda dengan anak-anak, dan rupaya hal itu tidak diridhoi oleh Allah. Saya langsung memohon ampun dan beristigfar perlahan.

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pun menceritakan, para sahabat bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai, Rasullullah! Apakah engkau juga bersendau gurau bersama kami?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab dengan sabdanya, “Betul, hanya saja aku selalu berkata benar.”
(HR. Imam Ahmad. Sanadnya Shahih)

Tertawa dan bercanda memang bukan hal yang dilarang, sebatas hal itu adalah hal yang benar dan tidak merupakan dusta. Rasulullah pernah mencontohkan beberapa sikap bercanda yang teladan.

Dari Anas radhiyallaahu ‘anhu diriwayatkan : bahwa ada seorang laki-laki menemui Rasulullah SAW dan berkata: “Wahai Rasulullah, bawalah aku jalan-jalan”. Beliau berkata : “Kami akan membawamu berjalan-jalan menaiki anak unta”. Laki-laki itu pun menukas : “Apa yang bisa kuperbuat dengan anak unta?”. Beliau berkata : “Bukankah setiap unta adalah anak ibunya?” (HR. Abu Dawud)

Atau dalam riwayat lain, ketika ada seorang nenek tua bertanya pada Nabi SAW : ” Ya Rosulullah, apakah aku bisa masuk syurga ” Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam lalu menjawab : “Tidak ada perempuan tua yang masuk surga”, lalu nenek itu menangis. Kemudian rasul meneruskan perkataannya, “Di Surga nanti umur manusia berkisar antara 30-35 tahun (dimudakan lagi) muda,cantik dan tampan kembali”.
Baru nenek-nenek itu tersenyum senang . (HR. Tirmidzi)


Etika Bercanda

* Hendaknya percandaan tidak mengandung nama Allah, ayat-ayat-Nya, Sunnah rasul-Nya atau syi`ar-syi`ar Islam. Karena Allah telah berfirman tentang orang-orang yang memperolok-olokan shahabat Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam, yang ahli baca al-Qur`an yang artimya:
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan), tentulah mereka menjawab: “Sesungguh-nya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”. Tidak usah kamu minta ma`af, karena kamu kafir sesudah beriman”. (At-Taubah: 65-66).

* Hendaknya percandaan itu adalah benar tidak mengan-dung dusta. Dan hendaknya pecanda tidak mengada-ada cerita-cerita khayalan supaya orang lain tertawa. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda: “Celakalah bagi orang yang berbicara lalu berdusta supaya dengannya orang banyak jadi tertawa. Celakalah baginya dan celakalah”. (HR. Ahmad dan dinilai hasan oleh Al-Albani).

* Hendaknya percandaan tidak mengandung unsur menyakiti perasaan salah seorang di antara manusia. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda: “Janganlah seorang di antara kamu mengambil barang temannya apakah itu hanya canda atau sungguh-sungguh; dan jika ia telah mengambil tongkat temannya, maka ia harus mengembalikannya kepadanya”. (HR. Ahmad dan Abu Daud; dinilai hasan oleh Al-Albani).

* Bercanda tidak boleh dilakukan terhadap orang yang lebih tua darimu, atau terhadap orang yang tidak bisa bercanda atau tidak dapat menerimanya, atau terhadap perempuan yang bukan mahrammu.

* Hendaknya anda tidak memperbanyak canda hingga menjadi tabiatmu, dan jatuhlah wibawamu dan akibatnya kamu mudah dipermainkan oleh orang lain.

Semoga bermanfaat bagi kita semua.

Wallahu’alam bisshowab.

Catatan kaki :

HR. Tirmidzi dalam Syamail 225 dan Sunan-nya 1992, 3828; Abu Dawud no. 5002; dan Ahmad 3/117, 127. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud no. 4182.

HR. Tirmidzi dalam Syamail 240 dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Ghayatul-Maram 375.

HR. Abu Dawud dalam Sunan-nya dalam kitab Al-Adab – 92 bab Riwayat tentang Bersendau-Gurau hadits no. 3998 (V : 270) dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud III : 943 no. 4180. Dikeluarkan juga oleh At-Tirmidzi dalam kitab Al-Birr – 57 bab Riwayat tentang Bersendau-Gurau hadits no. 1992 (VI : 207).