Sabtu, 01 Mei 2010

Awas Hati-Hati Dengan Surga Di Sekitar Kita

Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibary dalam kitabnya Irsyadul I’bad menyatakan: bahwa Imam al-yafi’I mengkisahkan : Suatu ketika nabi Sulaiman diperintah oleh Allah Swt supaya pergi ke tepi pantai untuk menyaksikan sebuah keajaiban, setibanya di sana beliau menoleh ke kanan dan ke kiri, namun hampa yang menyapa, nabi Sulaiman tidak melihat sesuatu yang menakjubkan, beliau lalu memanggil Jin Ifrit dan menyuruhnya menyelam ke dalam laut untuk mencari keajaiban yang dimaksud, akan tetapi jin Ifrit kembali dengan tangan hampa, dia tak sanggup menembus dasar laut, nabi Sulaiman-pun menyuruh jin yang lain untuk melaksanakan tugas itu, tapi nasib serupa menimpa mereka, tidak menemukan apa-apa.
Kemudian nabi yang dikenal fasih dengan bahasa hewan ini memerintahkan kepada wazirnya atau mentri yang bernama Ashif bin Barkhiya, seseorang yang telah disebut dalam al-Qur’an sebagai orang yang mengerti ilmu al-Kitab. Sesaat kemudian Ashif bin Barkhiya datang membawa sebuah kubah yang mempunyai empat pintu dan keempat pintu itu terbuat dari intan, yaqut, mutiara dan permata hijau. anehnya, walau semua pintu terbuka tapi tidak setetes airpun masuk kedalamnya, padahal kubah tersebut berada di dasar laut yang paling dalam. dan sungguh menganehkan di dalam kubah tersebut ada seorang pemuda tampan sedang melaksanakan shalat dan setelah selesai pemuda itu shalat, Nabi Sulaiman lalu mengucapkan salam padanya dan bertanya : hai pemuda, bagaimana kamu bisa bertempat di dasar laut yang paling dalam ? pemuda itu menjawab, wahai nabiyallah . Ayahku lumpuh sedang ibuku buta, tapi aku selalu berbakti dan melayaninya selama 70 tahun. Ketika ibuku hendak wafat ia berdoa, “ Ya Allah panjangkan usia anakku dalam keadan taat kepadamu “ dan sebelum ayahku wafat, beliau juga berdoa “ Ya Allah berilah anakku kesempatan untuk beribadah kepada-Mu di suatu tempat yang tidak bisa ditembus oleh syaithan “. lantas aku menuju ketepi laut ini setelah mereka berdua wafat, kemudian aku melihat kubah ini di hadapanku dan aku masuk ke dalamnya. Nabi Sulaiman bertanya kembali kepadanya “ kapan kamu sampai ketepi pantai ini “. ia menjawab “ kira-kira pada zaman nabi Ibrahim As “. Padahal, rentang waktu antara nabi Ibrahim as dan Nabi Sulaiman as adalah 1400 tahun.
Sekelumit kisah ini memberi teladan pada kita, alangkah mulia dan tingginya derajat orang yang selalu setia dan berbakti kepada kedua orang tuanya, Allah memberikan penghargaan yang tinggi kepada seorang anak yang dengan ketulusan hatinya melayani dan menuruti perintah kedua orang tuanya. Sebaliknya Allah akan melaknat orang yang durhaka dan tidak mau berbakti kepada kedua orang tuanya baik di dunia maupun setelah mati.
Islam sangat menjunjung tinggi derajat kedua orang tua di hadapan anak-anaknya, oleh karena itu kita semua diwajibkan untuk selalu tunduk terhadap perintah kedua orang tua, selama tidak bertentangan dengan ajaran agama, berkaitan dengan hal ini Allah Swt berfirman :
“ Sembahlah Allah dan jangan kamu menyekutukan-Nya dengan sesuatu dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua” ( an-Nisa’ : 36 ).
Ayat ini cukup memberikan bukti kepada kita betapa Allah memuliakan mereka dengan menyebut nama walidaini ( ayah dan ibu ) setelah menyebut nama-Nya.
Ibnu abbas seorang sahabat dan tokoh besar ulama tafsir menyatakan : tiga ayat diturunkan, bergandengan dengan tiga perkara. Allah tidak akan menerima salah satu tanpa gandengannya : Pertama : athi’ullaha wa athi’u rrosul ( taatlah pada Allah dan taatlah pada rasul ) barangsiapa yang taat pada Allah dan tidak taat pada Rasul maka tidak diterima di sisi Allah.
Kedua : aqimusholah wa aatuzzakah. (Dirikan shalat dan tunaikan zakat ). barang siapa yang menjalankan shalat dan tidak menunaikan zakat, maka tidak akan diterima di sisi Allah.
Ketiga : Anisykurli wa liwalidaik. ( bersyukurlah kepadaku dan kepada kedua orang tuamu ). maka siapa saja yang bersyukur kepada Allah dan tidak bersyukur kepada kedua orang tuanya maka tidak akan di terima disisi Allah.
Tuhan, orang tua dan anak adalah komponen yang satu sama lainnya saling berkaitan, hakikatnya yang menciptakan manusia adalah Allah. Tetapi kedua orang tua mempunyai andil besar dalam proses terlahirnya manusia kedunia. Karena tanpa keseriusan mereka berdua, mustahil kita bisa menjelma ke dunia. maka tidaklah aneh bila orang tua dan anak memiliki hubungan emosional yang sangat erat, pada hati mereka dipasang tali sambung yang kuat, yang tak akan pernah terputus selamanya.
Kemulyaaan kedua orang tua kita telah lama diisyaratkan oleh nabi Muhammad Saw dengan sabdanya :
“ Ridha allah tergantung ridha orang tua dan dan kebencian Allah tergantung daripada kebencian kedua orang tua “ ( H R. ath-thabrani )
Maka kalau kita menyakiti keduanya, samalah artinya kita telah menyakiti Allah, Allah senang kepada kita, kalau ayah dan ibu senang kepada kita, sebaliknya murka Allah menimpa kita kalau kedua orang tua kita marah lantaran perbuatan kita tidak sesuai dengan keinginan mereka, hal ini wajar, karena sang ibu telah mengandung kita selama 9 bulan, nyawanya sebagai taruhan untuk melahirkan kita kedunia ini, begitu pula ayah, dengan susah payah ia mencari nafkah untuk membesarkan kita, lalu akankah kita rela melihat mereka menitikkan air mata dan hatinya teriris karena luka akibat perbuatan kita.
Ada dua bentuk pengabdian yang dapat kita persembahkan kepada kedua orang tua, pertama diwaktu mereka masih hidup, kedua setelah mereka wafat. Ketika mereka masih hidup, kita berkewajiban menyayangi dan mengasihi mereka, rendah hati dan tidak menyakiti hati mereka dengan ucapan dan tindakan. disetiap selesai shalat, do’a selalu kita lantunkan untuk mereka berdua, berdoa kepada Allah semoga rahmat dan ampunan selalu tercurah kepada keduanya, sebagai imbalan dan belas kasih sayang mereka di waktu kita dalam buaian kasih sayangnya. 

Lalu bagaimana bentuk bakti kita jika kedua orang tua telah wafat ?
Malik bin as’ adi seorang sahabat Rasulullah Saw menyatakan ;
Ketika kami duduk bersama Rasulullah saw, tiba-tiba datang seorang laki- laki dari Bani Salamah, lalu ia bertanya “ wahai Rasulullah, adakah sesuatu yang bisa aku gunakan untuk berbakti kepada kedua orang tuaku yang sudah meninggal dunia ? Rasul menjawab : “ ya ! ada...
1- memohonkan ampun dosa-dosa mereka.
2- melaksanakan dan melanjutkan cita-cita dan keinginan mereka setelah mereka berdua telah tiada .
3- silaturrahmi kepada kerabat mereka berdua.
4- menghormati teman- teman mereka. ( H.R Abu dawud dan ibnu majah ).

bakti kita kepada kedua orang tua, adalah ladang yang dapat menghantarakan kita menuju surga, oleh sebab itu Allah Swt memerintahkan kita untuk bergaul secara baik dengan kedua orang tua kita – perintah ini disebut-Nya berulangkali dalam al-Qur’an -, hingga nabi Muhammad Saw membuat suatu ungkapan yang populer ;
“ Surga itu di bawah telapak kaki ibu “. ( HR. Qadha’I )

Dengan logika yang sederhana kita dapat menyatakan : Orang tua kita adalah surga sekaligus neraka bagi kita, surga bila kita berbakti dan neraka bila kita durhaka.